Ada kalanya hidup itu terasa berat, pilu dan menyesakkan.
Tapi seringkali hidup itu nikmat dan menyenangkan.
Mari kita beranalogi, membayangkan kalau kita sedang mengadakan perjalanan menuju suatu tempat yg sangat indah.
Ada dua tujuan, tujuan pertama adalah perjalanan ala backpacker ke surganya wisata: Gunung Bromo. Untuk menuju kesana tentulah tidak mudah. Banyak rintangan menghadang, tapi begitu kita sampai di tujuan dan menyaksikan keindahan Bromo, tentu semua rasa letih itu akan hilang.
Tujuan kedua adalah wisata ala koper ke Paris. Siapa yang tidak tahu Paris, kota romantis, impian tiap pelancong. Untuk menuju Paris dari Jakarta sangatlah jauh. Kita harus naik pesawat belasan jam. Hal ini tentu sangat tidak nyaman. Tapi begitu kita tiba di Paris, pasti semua rasa lelah akan sirna.
Sebut saja namanya Nia, saya berkenalan dengannya di suatu kota di Pulau Jawa. Gadis ini berwajah ayu khas Jawa asli, mempunyai tatapan mata yg teduh namun menyimpan pilu. Aura cerah terpancar dari tawanya. Dari luar orang mungkin akan menganggapnya biasa saja. Tidak terlihat kekurangan pada fisiknya. Namun jika ditelaah secara medis oleh dokter tulang, barulah akan diketahui kalau gadis ini mempunyai kelainan tulang belakang yang disebut skoliosis. Dan jika dikaji lebih jauh lagi, nampak jelas adanya masalah pada paru-parunya.
Kondisi gadis ini cukup serius. Dalam istilah medis dikenal dengan sebutan severe scoliosis. Kurva skoliosinya sudah sangat besar. Sebenarnya kondisi serupa dengan Nia banyak sekali bisa ditemui di bumi Indonesia ini. Sayangnya skoliosis bukan penyakit yg bisa dengan mudah disembuhkan. Skoliosis tidak sama dengan Diabetes yg ada obatnya, yg bisa diterapi dengan suntik insulin, olahraga dan diet. Skoliosis tidak bersifat membunuh seperti kanker. Tapi sangat mengganggu orang yg memilikinya.
Dilema.... hanya itulah kata-kata yang bisa diucapkan kebanyakan para penderita skoliosis. Penggunaan brace (baju besi) nyatanya tidak banyak membantu, serangkaian terapi alternatif pun tidak menunjukkan bukti empiris yg baik. Operasi lah satu-satunya jalan untuk mengurangi atau mengkoreksi kondisi skoliosis seseorang. Ingat.... hanya mengurangi tapi tidak menyembuhkan.
Saya bukanlah penganut anti terapi alternatif, tapi dalam kasus skoliosis tidak ada bukti empiris yang menyatakan kalau terjadi penurunan kurva secara signifikan akibat terapi altenatif. Biaya untuk terapi pun sangat mahal, lantas untuk apa dilakukan? Sayangnya rakyat Indonesia memiliki pengetahuan dan wawasan yang kurang tentang medis. Banyak orang lebih percaya pada hal-hal yang tidak didasari oleh pengetahuan umum. Sebut saja Mikha, gadis kecil yang pernah menginap hampir satu bulan di dukun patah tulang. Selama satu bulan tubuh Mikha diikat seperti mummi oleh sang dukun dengan tujuan meluruskan tulang belakangnya. Namun apa hasilnya?...... Nihil
Siska (bukan nama sebenarnya) adalah seorang ibu yang memperjuangkan kesembuhan anaknya lewat terapi alternatif. Dia sudah menjelajah pulau Jawa dan Sumatera demi kesembuhan puterinya. Sampai suatu saat dia mengatakan pada saya: It doesnt work, cuma buang-buang waktu dan uang.
Once scoliosis, forever scoliosis.... Sekali seseorang didiagnosis mengalami skoliosis, maka hal itu akan berlangsung seumur hidup. Nyatanya kendatipun sudah dioperasi tapi masalah tidak akan berhenti sampai disitu. Pola pikir inilah yang terkadang membuat penderitanya enggan untuk melakukan operasi atau paling tidak berusaha untuk operasi. Kalau kondisi kurvanya masih kecil tentu tidak terlalu bermasalah. Tapi untuk kasus seperti Nia tentu jadi pengecualian. Operation is a must. Kurva Nia sudah lebih dari 40 derajat, bahkan mencapai angka diatas 100. Dan masalahnya adalah: operasi skoliosis adalah operasi yang mahal. Biaya yang dikeluarkan sangat fantastis.
Saat pertama kali Nia memeriksakan dirinya kepada seorang dokter di Rumah Sakit swasta, sang dokter pun langsung marah seraya memegang hasil rontgen dengan geram. "Kemana saja kamu selama ini?"
Nia bukannya tidak tahu tentang kondisinya dan resikonya di masa mendatang. Tapi Nia hanyalah seseorang dari segelintir masyarakat Indonesia yang mengalami dilema. Di satu sisi tentu dia ingin memperbaiki kondisinya, menyongsong masa depanya. Tapi di sisi lain himpitan ekonomi menjadi masalah.
Aku masih ingat ketika Nia mengatakan bahwa ayahnya seorang pensiunan yang sekarang terbaring karena lumpuh. Dia lah yang banyak membantu perekonomian keluarga. Dan sesungguhnya ibu Nia khawatir jika puterinya mengalami masalah pasca operasi, maka bagaimanakah nasib keluarga mereka.....
Nia adalah salah satu perempuan hebat yang aku temui dalam hidupku. Tekadnya mengalahkan kelemahannya. Dia berani memperjuangkan hidupnya. Meskipun semuanya terasa sulit, tapi yang penting berusaha. Tekadnya itulah yang membuatku yakin dan semangat untuk membantunya. Meskipun tidak banyak yang bisa aku lakukan, tapi ada. Itu yang paling penting. Saat ini Nia sangat membutuhkan dukungan, semangat dan doa. Setidaknya hal itu lah yang bisa membuatnya tegar dan tidak putus asa.
Harapan itu selalu ada untuk orang-orang yang mau berusaha. Tuhan pasti tidak akan menutup mata. Maka dengan segala keterbatasanku, aku berusaha mendukungnya. Kita pasti bisa. Tuhan pasti akan membuka jalannya.
Aku sangat mengaguminya. Di antara segelintir orang yang sering curhat padaku. Mungkin Nia satu-satunya yang tidak pernah mengeluh. Padahal kondisinya lebih buruk dari kebanyakan orang. Bahkan di saat ia ingin menangis, aku melihatnya berusaha keras untuk menahan air mata itu agar tidak jatuh.
Suatu hari aku mengiriminya pesan di facebook agar ia membuat Surat Keterangan Tak Mampu (SKTM). Aku memberinya sedikit harapan, padahal saat itu dia sudah merasa hopeless. SKTM itu sebenarnya susah untuk dibuat. Ada banyak prosedur yang harus dilakukan. Alhamdulillah ia berhasil melewatinya dengan sangat mudah. Ini benar-benar jalan Tuhan. Maka berangkatlah ia ke Jakarta. Sungguh suatu perjuangan berat, meninggalkan pekerjaan, menempuh perjalanan yang panjang dan menghadapinya seorang diri.
Sesampainya di Jakarta, ada berita baik dan buruk yang kami dapatkan. Berita baiknya adalah sang dokter mau membantu dengan senang hati, bahkan bila operasi dilaksanakan di tempat asal Nia sekalipun. Bersyukurlah Nia dan yang lainnya menemukan dokter yang baik seperti beliau. Sifat kebapakan dan dermawan menjadi ciri khasnya. Saya tidak heran banyak pasien yang menyayanginya. Berita buruk yang kami dapat adalah bahwa kami harus memulai suatu prosedur baru, yaitu mengajukan JAMKESMAS. Dan serentetan prosedur panjang lainnya.
Inilah potret bangsa Indonesia..... Dimana kesehatan sangat mahal. Dimana dana dari pemerintah yang seharusnya dimanfaatkan untuk rakyat kecil seringkali dipangkas untuk kepentingan pribadi. Dimana orang miskin dilarang sakit.
Namun sekali lagi Tuhan itu tak pernah tidur. Dia pasti akan menolong hambaNya yang berusaha dan berdoa dengan sungguh-sungguh.
Untuk Nia-Nia yang lain di luar sana, jangan pernah menyerah. Harapan itu selalu ada.
Saya berbicara atas nama sendiri, tidak mewakili pihak manapun sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama (^_^)
Aminnn... Aku yakin tulisan ini akan membakar semangat semua skolioser!!! Hihihi. Thanks Ditha. Untuk mbak Nia, selamat atas keputusannya. Semoga proses nya dilancarkan dan dimudahkan. Sukses untuk operasinya nanti.
BalasHapusMbak Dita, mau ikutan ngobrol skliosis di sini biar tambah semangat: -> http://zulliesikawati.wordpress.com/2011/04/27/2097/
BalasHapusHehe anggap aja arisan :p. Salam kenal :)
Aku share ya mba, aku scoliosiser yg sudah menjalani operasi
BalasHapusAku share ya mba, aku scoliosiser yg sudah menjalani operasi
BalasHapus